Selasa, 09 November 2010

Koloid

Pengertian dan Jenis-jenis Koloid
DEFINISI

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain. Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 – 10-5 cm ).
Contoh:
Mayones dan cat, mayones adalah campuran homogen di air dan minyak dan cat adalah campuran homogen zat padat dan zat cair.


Perbedaan larutan sejati, sistem koloid, dan suspensi kasar.
Keterangan:
1. Larutan sejati
2. Sistem koloid
3. Suspensi Kasar

Jumlah fase
1. 1
2. 2
3. 2
Distribusi partikel
1. Homogen
2. Heterogen
3. Heterogen
Ukuran partikel
1. <10-7>10-5cm
Penyaringan
1. Tidak dapat disaring
2. Tidak dapat disaring, kecuali dengan penyaring ultra
3. Dapat disaring
Kestabilan
1. Stabil, tidak memisah
2. Stabil, tidak memisah
3. Tidak stabil, memisah
Contoh
1. Larutan gula, larutan garam, Udara bersih
2. Tepung kanji dalam air, Mayones, Debu di udara
3. Campuran pasir dan air, Sel darah merah dan plasma putih dalam plasma darah.


Jenis – jenis koloid

1. Sol (fase terdispersi padat)
a. Sol padat adalah sol dalam medium pendispersi padat
Contoh: paduan logam, gelas warna, intan hitam
b. Sol cair adalah sol dalam medium pendispersi cair
Contoh: cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat
c. Sol gas adalah sol dalam medium pendispersi gas
Contoh: debu di udara, asap pembakaran

2. Emulsi (fase terdispersi cair)
a. Emulsi padat adalah emulsi dalam medium pendispersi padat
Contoh: Jelly, keju, mentega, nasi
b. Emulsi cair adalah emulsi dalam medium pendispersi cair
Contoh: susu, mayones, krim tangan
c. Emulsi gas adalah emulsi dalam medium pendispersi gas
Contoh: hairspray dan obat nyamuk

3. BUIH (fase terdispersi gas)
a. Buih padat adalah buih dalam medium pendispersi padat
Contoh: Batu apung, marshmallow, karet busa, Styrofoam
b. Buih cair adalah buih dalam medium pendispersi cair
Contoh: putih telur yang dikocok, busa sabun
- Untuk pengelompokan buih, jika fase terdispersi dan medium pendispersi sama-sama berupa gas, campurannya tergolong larutan







KOLOID
A. Sistem Dispersi
Sistem disperse adalah pencampuran secara merata antara dua zat atau lebih. Sistem disperse terdiri dari dua bagian, yaitu fase terdispersi (komponen yang jumlahnya lebih sedikit) dan pendispersi (komponen yang jumlahnya banyak). Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang terdispersi. Sistem disporsi dibedakan menjadi larutan koloid dan suspensi.
1. Larutan
Larutan merupakan campuran yang bersifat homogen. Ukuran partikel zat terlarut di dalam suatu larutan lebih kecil 10-7 (<1nm)>
2. Suspensi
Suspensi adalah disperse zat padat dalam air atau campuran heterogen yang terdiri dari partikel-partikel padat dalam suatu cairan yang bila dibiarkan akan mengendap ke bawah karena pengaruh gravitasi. Zat terdispersi pada suspensi merupakan zat padat berukuran cukup besar. Oleh karena zat terdispersi memiliki ukuran yang cukup besar, medium pendispersi (air) tidak mampu menahannya sehingga padatan tersebut mengendap. Ukuran partikel zat yang terdispersi dalam suspensi lebih besar dari 10-5 cm (> 100 nm) sehingga masih dapat diamati. Contoh : pasir dilarutkan dalam air.
3. Koloid
Koloid disebut juga disperse koloid atau suspensi koloid, adalah campuran yang ukuran partikelnya terletak antara suspensi dan larutan sejati. Ukuran partikel koloid lebih kecil dibandingkan partikel-partikel suspensi, tetapi lebih besar dibandingkan partikel-partikel larutan. Ukuran partikel koloid antara 10-7 - 10-5 cm (1 nm – 100 nm)
Perbandingan antara larutan, koloid dan suspensi
ASPEK LARUTAN KOLOID SUSPENSI
Bentuk campuran Homogen Tampak homogen Heterogen
Kestabilan Stabil Stabil Tidak stabil
Pengamatan mikroskop Homogen Heterogen Heterogen
Jumlah fase Satu Dua Dua
Sistem disperse Molekuler Padatan halus Padatan kasar
Pemisahan dengan cara penyaringan Tidak dapat disaring Tidak dapat disaring dgn kertas saring biasa, kcuali dengan kertas saring ultra Dapat disaring
Ukuran Partikel <10-7 cm, atau <> 10-7 cm - 10-5 cm, atau 1 nm - > 10-5 cm atau > 100 nm
B. Pengelompokkan Sistem Koloid
Sistem koloid adalah campuran heterogen, telah diketahui bahwa terdapat tiga fase, yaitu padat, cair dan gas. Dari ketiga fase zat ini dapat dibuat sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk sistem koloid hanya delapan. Kombinasi campuran fase gas dan fase gas selalu menghasilkan campuran homogen (satu fase) sehingga tidak dapat membentuk sistem koloid.
1. Sistem Koloid Fase padat – cair (sol)
Sistem koloid fase padat cair disebut sol. Sol terbentuk dari fase terdispersi berupa zat pada dan fase pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat disebut gel.
Berikut contoh sistem koloid fase padat – cair :
a. Agar-agar
b. Pektin
c. Gelatin
d. Cairan kanji
e. Air sungai (tanah terdispersi dalam medium air)
f. Cat tembok dan tinta (zat warna terdispersi dalam medium air)
g. Cat kayu dan cat besi
h. Gel kalsium asetat dalam alcohol
i. Sol arpus (damur)
j. Sol emas, sol Fe (OH)3 , Sol Al (OH)3 dan sol belerangan.
2. Sistem Koloid Fase Padat – Padat (Aerosol padat)
Sistem koloid fase padat-padat terbentuk dari fase terdispersi dan fase pendispersi yang sama-sama berwujud zat padat sehingga dikenal dengan nama sol padat. Contoh sistem koloid fase pada-padat adalah logam campuran (aliase), misalnya stainless steel yang terbentuk dari campuran logam besi, kromium dan nikel.
3. Sistem Koloid Fase Padat – Gas (Sol padat)
Sistem koloid fase padat – gas terbentuk dari fase terdispersi berupa padat dan fase pendispersi berupa gas, asap merupakan partikel padat yang terdispersi di dalam medium pendispersi berupa gas (udara). Partikel padat di udara disebut partikulat padat. Sistem disperse zat padat dalam medium pendispersi gas disebut aerosol padat.
4. Sistem koloid Fase Cair – Gas (Aerosol)
Sistem koloid fase cair-gas terbentuk dari fase dipersi berupa zair dan fase pendispersi berupa gas, yang disebut aerosol. Contoh sistem koloid ini adalah kabut dan awan. Partikel-partikel zat cair yang terdispersi, di udara (gas) disebut partikel cair. Contoh aerosol adalah hairspray, obat nyamuk semprot, parfum, dll.
5. Sistem Koloid Fase Cair – Cair (Emulsi)
Sistem koloid fase cair-cari terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi yang berupa cairan. Campuran yang zat cair dan medium pendispersi yang berupa cairan. Campuran yang terbentuk buka berupa larutan, melainkan bersifat heterogen.
Sistem koloid cair-cair disebut emulsi. Zat penghubung yang menyebabkan pembentuk emulsi disebut emulgator (pembentuk emulsi). Jadi, tidak ada emulsi tanpa emulgator. Contoh emulgator : sabun, deterjen, dan lesitin.
6. Sistem Koloid Fase Cair – Padat (Emulsi Padat)
Sistem koloi fase cair-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium pendispersi berupa zat padat sehingga dikenal dengan nama emulsi pada. Jadi, emulsi berupa sistem koloid fase cair-cair ( tidak ada istilah emulsi cair). Contoh emulsi padat : keju, mentega, dan mutiara.
7. Sistem Koloid Fase Gas – Cair (Busa)
Sistem koloid fase gas – cair terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat cair. Jika anda mengocok larutan sabun akan timbul busa. Contoh zat yang dapat menimbulkan busa yaitu sabun, deterjen, protein dan tanin.
8. Sistem Koloid Fase Gas – Padat (Busa padat)
Sistem Koloid fase gas – pada terbetuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium pendispersi berupa zat padat, yang dikenal istilah busa padat, sedangkan disporsi gas dalam medium cair disebut busa dan tidak perlu disebut busa cair.
Jenis sistem koloid dan contoh-contohnya
No Fase
Terdispersi Medium Pendispersi Nama
Koloid Contoh
1. Padat Cair Sol Sol emas, agar-agar, jelly, cat tinta, air sungai
2. Padat Gas Aerosol padat Asap, debu, padat
3. Padat Padat Sol padat Paduan logam, kaca berwarna
4. Cair Gas Aerosol Kabut awan
5. Cair Cair Emulsi Santan, susu, es krim, krim, lotion, mayonise
6. Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara
7. Gas Cair Buih, busa Busa sabun
8. Gas Padat Busa padat Karet, busa, batu apung
C. Sifat-sifat Koloid
1. Koloid Menunjukkan Efek Tyndall dan grek Brown
a. Grek Brown
Grek brown adalah gerak berurutan, gerak acak atau gerak zig – zag partikel koloid. Gerak brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel koloid dan medium pendispersi. Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar dengan arah yang tidak beraturan dan jarak yang pendek.
b. Efek Tyndall
Efek tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Partikel koloid akan memantulkan dan menghamburkan cahaya yang mengenainya sehingga cahaya akan terlihat lebih terang. Jika, kemudian cahaya ini ditangkap layer, cahaya pada layer tersebut tampak buram.
2. Partikel – Partikel Koloid Bermuatan Listrik
a. Adsorpsi
Adsorpsi adalah penyerapan suatu molekul netral atau ion pada permukaan koloid. Jika koloid menyerap ion, maka koloid tersebut akan bermuatan.
b. Elektroforesis
Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid yang bermuatan kesah satu elektroda. Pada elektroforesis, partikel koloid yang bermuatan akan mengalami pergerakan. Partikel koloid yang bermuatan negatif akan bergerak ke electrode (kutub) positif. Adapun koloid yang bermuatan positif bergerak ke electrode (kutub) yang bermuatan negatif.
c. Koagulasi
Koagulasi adalah pengumpulan partikel koloid. Koagulasi terjadi karena pemanasan, pendinginan, pengadukan, penambahan elektrolit, pencampuran dengan koloid yang berbeda muatan. Proses koagulasi dapat diamati pada peristiwa perebusan telur, pengumpulan lateks dengan asam format, dan pembentukkan delta muara sungai. Contoh : es krim diberi gelatin agar tidak dapat terbentuk kristal es yang kasar.
3. Koloid liofil dan koloid liofob
Koloid ini terjadi pada sol. Sol liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka (dapat mengikat) pada cairan (fase pendispersinya). Sol liofob adalah koloid yang fase terdispersinya tidak suka paca cairan (fase pendispersinya) pada koloid liofil pengikatan medium pendispersi disebabkan oleh gaya tarik menarik (berupa gaya elektrostatik) pada setiap ujung gugus molekul terdispersi.
4. Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada sistem koloid lainnya agar diperoleh koloid yang stabil. Contoh koloid pelindung : gelatin yang merupakan koloid padatan dalam medium air. Gelatin biasa digunakan pada pembuatan es krim untuk mencegah pembentukkan kristal es yang kasar sehingga diperoleh esk krim yang lebih lembut.
5. Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi sehingga ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispers terbebas dari ion-ion dimasukkan kedalam kantung penyaring, kemudian dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air).
6. Pengolahan Air
Air sungai merupakan koloid yang terbentuk dari tanah liat yang terdispersi di dalam air. Penglahan air sungai menjadi air bersih dapat dilakukan melalui tahap tahap pengumpulan pengotor (koagulasi), penyaringan pengotor, penyerapan baud an zat kimia (adsorpsi) dan pembasmian kuman (desinfeksi).
a. Penggumpalan
Proses penggumpalan (koagulasi) dilakukan dengan menggunakan tawa (KAI (SO4)2.
Senyawa-senyawa tersebut dapat menghasilkan koloid Al (OH)3 yang akan mengadsorpsi pengotor tanah dan mengumpulkannya sehingga terbentuk endapan.
b. Proses Penyaringan
Setelah terjadi penggumpalan,kemudian dilakukan proses penyaringan menggunakan penyaringan. Penyaring terdiri atas lapisan pasir, kerikil dan ijuk.
c. Proses Adsorpsi
Adsorpsi atau penyerapan kotoran menggunakan koloid Al (OH)3 terjadi pada tahap awal. Proses adsorbsi juga dilakukan dengan menggunakan karbon aktif yang menyerap baud an zat-zat kimia, seperti besi, dan sisa kaporit yang berlebih.
d. Proses Difensi
Penambahan kaporit bertujuan membunuh kuman-kuman. Kaporit ini menimbulkan bau unsur klorin yang kurang sehingga digunakan karbon aktif untuk menyerap klorin tersebut.
D. Pembuatan Koloid
Anda telah mengetahui bahwa ukuran partikel koloid terletak diantara ukuran partikel larutan dan ukuran partikel suspensi. Oleh karena itu, pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, menggabungkan molekul atau ion dari larutan (cara kondensasi). Kedua, menghaluskan partikel suspensi, kemudian didispersikan kedalam suatu medium pendispersi (cara dispersi).
1. Cara kondensasi
Cara kondensasi adalah cara pembuatan sistem disperse dengan mengubah partikel-partikel larutan menjadi partikel-partikel berukuran koloid. Cara kondensasi dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi reduksi, reaksi hidrolis, raksi penggaraman dan reaksi penjenuhan.
a. Reaksi Redoks
Reaksi redoks merupakan reaksi pembentukkan partikel koloid melalui mekanisme perubahan bilangan oksidasi. Contoh :
- Pembuatan sol belerang dengan mengalirkan gas hydrogen sulfide (H2S) kedalam larutan belerangan dioksida (SO2)
2AUC13 (ag) + 3HCOH (ag) + 3H2O (l)  2AU (S) + 6 HCL (ag) + 3HCOOH (ag)
b. Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis adalah merupakan reaksi pembentukkan koloid dengan menggunakan pereaksi air. Misalnya, pembuatan sol Al (OH)3 dan sol Fe (OH)3
- Pembuatan sol Fe (OH)3 dari larutan Fecl3 dengan air panas.
Fecl (ag) + 3H2 O(1)  Fe (OH)3 (5) + 3HCl (ag)
c. Reaksi Penggaraman
Garam-garam yang sukar larut dapat dibuat menjadi koloid melalui reaksi pembentukkan garam. Untuk menghindari pengendapan biasanya digunakan suatu zat pemecah.
d. Penjenuhan Larutan
Pembuatan kalsium asetat merupakan contoh pembuatan koloid dengan cara penjenuhan larutan ke dalam larutan jenuh kalsium asetat dalam air. Penjenuhan dilakukan dengan cara menambahkan pelarut alcohol sehingga akan menghasilkan koloid yang berupa sel. Kalsium asetat bersifat mudah larut dalam air, namun sukar larut dalam alkohol.
2. Cara Dispersi
Pembuatan koloid dengan cara disperse dilakukan dengan cara mengubah partikel kasar (besar) menjadi partikel koloid. Cara disperse dapat dilakukan melalui cara mekanik (penggerusan), cara busur bredig, cara peptisasi, cara homogenisasi.
a. Cara Mekanik
Cara mekanik merupakan cara fisik mengubah partikel kasar menjadi partikel halus. Partikel kasar digiling dengan colloid miil sehingga diperoleh ukuran partikel yang diinginkan. Selanjutnya, partikel halus ini di dispersikan ke dalam suatu medium pendispersi. Proses pengilingan dapat juga dilakukan dalam medium pendispersi.
b. Cara Busur Bredig
Proses pembuatan koloid dengan cara busur bredig digunakan untuk membuat sol logam. Proses ini logam yang akan dibuat sol digunakan sebagai electrode yang dicelupkan kedalam medium pendisperi, kemudian kedua ujung electrode dihubungkan dengan arus listrik. Uap logam yang terjadi akan terdispersi kedalam medium pendispersi sehingga membentuk koloid
c. Cara Peptisasi
Pada cara peptisasi, partikel kasar berupa endapan diubah menjadi partikel koloid dengan menggunakan elektolit yang mengandung ion sejenis zat pemecah.
Contoh :
1. Endapan Al (OH3) dipeptisasi Alcl3
2. Endapan NiS dipeptisasi H25
3. Agar-agar dipeptisasi dengan air
4. Serat Selulosa dipeptisasi dengan aseton
d. Cara Homogenesis
Cara ini mirip dengan cara mekanik dan biasanya digunakan untuk membuat emulsi. Dengan cara ini, partikel lemak dihaluskan, kemudian didispersikan ke dalam medium ar dengan penambahan emulgator. Selanjutnya, emulsi yang terbentuk dimasukkan ke dalam alat homo genizer. Caranya dengan melewatkan emulsi pada pori-pori dengan ukuran tertentu sehingga diperoleh emulsi yang homogen.
KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Sifat karakteristik kolid yang penting, yaitu sangat bermanfaat untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala besar. Oleh karena sifat tersebut, sistem koloid menjadi banyak kita jumpai dalam industri (aplikasi kolid untuk produksi cukup luas). Tetapi selain industri, sistem koloid juga banyak dapat kita jumpai dsalam kehidupan kita sehari-hari, contohnya saja di alam, kedokteran, pertanian, dsb;

- Penggumpalan darah
Darah mengandung sejumlah kolid protein yangbermuatan negative. Jika terdapat luka kecil, maka luka tersebut dapat doibati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al+3 dan Fe+3, dimana ion-ion tersebut akan membantu menetralkan muatan-muatan partikel koloid protein danmembnatu penggumpalan darah.

- Pembentukan delta di muara sungai
Air sungai mengandung partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang bermuatan negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+, Mg+2, dan Ca+2 yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu di laut, maka ion-ion positif dari air laut akanmenetralkan muatan pasir dan tanah liat. Sehingga, terjadi koagulasi yang akan membentuk suatu delta.

- Pengambilan endapan pengotor
Gas atau udara yang dialirkan ke dalam suatu proses industri seringkali mangandung zat-zat pengotor berupa partikel-partikel koloid. Untukmemisahkan pengotor ini, digunakan alat pengendap elektrostatik yang pelat logamnya yang bermuatan akan digunakan untuk menarik partikel-partikel koloid.

- Pemutihan gula
Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon, partikel-partikel koloid kemudian akan mengadsorbsi zat warna tersebut. Sehingga gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan.
Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui reaksi:
Al3+ + 3H2O  Al(OH)3 + 3H+
Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi. Berikut ini adalah skema proses penjernihan air secara lengkap:


Sistem koloid, yang terdiri dari koloid sol, emulsi, dan buih masing-masing mempunyai sifat-sifat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak penjelasan berikut ini:


1. Koloid Sol

A. Pembagian Koloid Sol

Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya, sol dapat dibagi menjadi:

a. 1. Sol Padat

Sol padat merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah paduan logam, gelas berwarna, dan intan hitam.

b. Sol 2. Sol Cair (Sol)

Sol cair merupakan sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat, dll.

c. Sol3. Sol Gas (Aerosol Padat)

Sol gas merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah debu di udara, asap pembakaran, dll.

B. Sifat-Sifat Koloid Sol

1. Efek Tyndall

Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.


2. Gerak Brown

Jika kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.


3. Adsorpsi koloid

Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.
Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat luas.

4. Muatan Koloid Sol

Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid pasti mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis, maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak mau bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Namun demikian, system koloid secara keseluruhan bersifat netral karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dalam medium pendispersinya. Berikut ini adalah penjelasannya:

a. Sumber Muatan Koloid Sol

Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.

i. Proses Adsorpsi

Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation.
Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif) mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga sol Fe(OH) 3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3 (bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif.

ii. Proses Ionisasi Gugus Permukaan Partikel

Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen.

a. Pada koloid protein:

Koloid ini adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul-molekul protein.
Pada pH rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2 akan menerima proton (H+) dan membentuk gugus –NH3+
NH2 + H+  -NH3+

Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+ dan membentuk gugus –COO-
COOH + H+  –COO-

Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan bermuatan negatif pada pH tingi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena muatan -NH3+ –COO- saling meniadakan menjadi netral.

b. Pada koloid sabun / deterjen

Molekul sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul koloid. Pada konsentrasi relatif pekat, kedua molekul ini dapat bergabung dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid yang disebut misel. Lalu zat-zat yang tergabung dalam suatu fase pendispersi dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.

Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-Na+. Di dalam air partikel ini akan terionisasi.

R-COO-Na+  R-COO- + Na+
Anion

Anion-anion R-COO- akan bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat, sedangkan COO- larut dalam air sehingga berada di permukaan yang bersentuhan dengan air.


b. Kestabilan Koloid

Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.

c. Lapisan Bermuatan Ganda

Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis yang didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari medium pendispersinya. Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan system koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut tijelaskan pada lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat netral.

d. Elektroforesis

Oleh karena partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan ini disebut elektroforesis. Untuk lebih jelas, mari kita lihat tabung berikut di samping.
Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid bermuatan positif tersebut bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju elektrode positif.


e. Koagulasi

Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi.
Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu

1. Menggunakan prinsip elektroforesis

Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka system koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.

2. Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan

Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.

3. Penambahan elektrolit

Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion negative (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses koagulasi.

4. Pendidihan

Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan.

f. Koloid pelindung

Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi relatif besar disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut koloid liofob yang bersifat kurang stabil. Yang berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.
Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil. Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:

- Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar
antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh, disperse kanji, sabun, deterjen.
- Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang lemah atau
bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium pendispersinya. Contoh, disperse
emas, belerang dalam air.

Sifat-Sifat Sol Liofil Sol Liofob
Pembuatan Dapat dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium terdispersinya Tidak dapat dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dan medium pendisperinya
Muatan partikel Mempunyai muatan yang kecil atau tidak bermuatan Memiliki muatan positif atau negative
Adsorpsi medium pendispersi Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Terdapat proses solvasi/ hidrasi, yaitu terbentuknya lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di sekeliling partikel sehingga menyebabkan partikel sol liofil tidak saling bergabung Partikel-partikel sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
Viskositas (kekentalan) Viskositas sol liofil > viskositas medium pendispersi Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersi
Penggumpalan Tidak mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit karena mempunyai muatan.
Sifat reversibel Reversibel, artinya fase terdispersi sol liofil dapat dipisahkan dengan koagulasi, kemudian dapat diubah kembali menjadi sol dengan penambahan medium pendispersinya. Irreversibel artinya sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah menjadi sol
Efek Tyndall Memberikan efek Tyndall yang lemah Memberikan efek Tyndall yang jelas
Migrasi dalam medan listrik Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau tidak bermigrasi sama sekali Akan bergerak ke anode atau katode, tergantung jenis muatan partikel


C. Pembuatan Koloid Sol

Ada dua dasar metode pembuatan koloid sol, yaitu metode kondensasi dan metode dispersi.

1. Metode Kondensasi

Metode di mana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Proses ini melibatkan penggabungan partikel-partikel larutan (atom, ion). Hal ini dilakukan melalui beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi rangkap, hidrolisis, redoks, dan penggantian pelarut.

a. a. Metode kondensasi
i.
DReaksi dekompi. Reaksi dekomposisi rangkap
-
- - Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S perlahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang

As2O3 + 3 H2S  As2S3 (koloid) + 3H2O

- - Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 dan larutan HCl encer.

AgNO3 + HCl  AgCl (koloid) + HNO3


ii. ii. Reaksi Hidrolisis
-
- - Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih

AlCl3 + 3H2O  Al(OH)3 (koloid) + 3HCl

- - Sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari rekasi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih

FeCl3 + 3H2O  Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl


iii. iii. Reaksi redoks

- Sol Au daoat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya menggunakan pereduksi organik formaldehida HCHO

2AuCl3 + 3HCHO + 3H2O  2Au (koloid) + 6HCl + 3HCOOH


iv. iv. Penggantian pelarut

Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alcohol seperti etanol. Jadi, untuk membuat sol belerang dengan medium pendispersi air, belerang dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol sampai jenuh. Stelah iut, larutan belerang dalam etanol ini ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid akibat penurunan kelarutan belerang dalam air.



2. Metode Dispersi

Metode di mana partikel-partikel besar dipecah menjadi partikel-partikel berukuran koloid yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya. Caranya dapat berupa cara mekanik maupun peptisasi

i.Car i. Mekanik

Pengertian dengan cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan penggilingan untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan disebut penggilingan koloid.

Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan. Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membuat system koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.

ii. ii. Cara peptisasi

Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi system koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud adalah elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3 ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+ tersebut. Sehingga, endapan menjadi bermuatan positif dan memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid.

Beberapa contoh lain :
-
- Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS
- - Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl
- - Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan Al(OH)3


iii. Cara busur Bredig

Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Alat yang digunakan dapat disimak pada gambar berikut.
Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid digunakan sebagai elektrode. Dua elektrode logam dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air dingin) sedemikian sehingga kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian kedua elektrode diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan menyebabkan logam menguap. Uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini berupa partikel-partikel koloid.



D. Pemurnian Koloid Sol

Partikel dari zat pelarut bisa mengganggu kestabilan koloid sehingga harus dimurnikan. Ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu dialisis, elektrodialisis, dan penyaring ultra.

1. Dialisis

Pergerakan ion-ion dan molekul kecil melalui selaput semipermeabel (yang tidak dapat dilalui partikel koloid) disebut diasis. Percobaannya dengan menaruh sistem koloid pada selaput semipermeabel, lalu menaruhnya di air. Zat yang terlarut di dalam air kemudian akan keluar dari selaput itu, sedangkan system koloid tidak. Lalu air dialirkan sehingga mengambil zat-zat yang terlarut.

2. Elektrodialisis

Elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah pengaruh medan listrik.
Listrik tegangan tinggi dialirkan melalui 2 layar logam yang menyokong selaput semipermeabel. Kemudian, partikel-partikel zat terlarut dalam system koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju electrode dengan muatan berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik pempercepat proses pemurnian.

3. Penyaring Ultra

Apabila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori akan berkurang. Kertas saring ini telah dimodifikasi menjadi penyaring ultra.



2. Koloid Emulsi

Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi:


1. Emulsi Gas (Aerosol Cair)

Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti hairspray dan baygon, dapat membentuk system koloid dengan bantuan bahan pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.

2. Emulsi Cair

Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak.

Sifat emulsi cair yang penting ialah:

1. Demulsifikasi

Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi.
2. Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.

3. Emulsi Padat atau Gel

Gel merupakan emulsi didalam medium pendispersi zat padat. Gel dapat dianggap terbentuk akibat penggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-partikel sol akan bergabung membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini kemudian akan saling bertaut sehingga terbentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubung-lubang struktur tersebut.
Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:
1. Gel elastis
Gel yang bersifat elastis, yaitu dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan kembali ke bentuk awal jika gaya ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.

2. Gel non-elastis

Gel yang bersifat tidak elastis, artinya tidak berubah jika diberi gaya. Contoh adalah gel silika
3. Koloid Buih
Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:

1. Buih Cair (Buih)

Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau CO2. Kestabilan buih diperoleh karenaadanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya adalah buih yang dihasilkan alat pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.

Sifat-sifat buih cair ialah:

 Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan medium pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda, rusaknya film antara dua gelembung gas, dan ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat difusi.
 Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.

2. Buih Padat

Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll.

Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya tergolong sebagai larutan.

2 komentar:

  1. thanx artikelnya ,,,,kunjungi balik y????

    http://hafidznesa018.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. thanks infone, follback ya ..
    http://karyaandrizian.blogspot.com/

    BalasHapus